INI RUMAH KAMI

Ini Rumah Kami adalah komunitas yang kami bentuk di Bulurejo, sebuah kampung kecil di Kab.Gunungkidul. Kami percaya,seperti sebagian besar wilayah di Gunungkidul iklim kering dan geografis yang tandus bukanlah halangan tetapi harus dapat menjadi semangat untuk terus berkarya.


Selasa, 28 April 2015

LOMBA DESA SIRAMAN

Hari ini siraman menjadi kontestan lomba Desa tingkat kabupaten.

Rabu, 01 Januari 2014

TUNGGAK

tunggak ringin di bekas terminal Dhaksinarga

Kehidupan membutuhkan pegangan kuat untuk terus tumbuh dalam pohon itu seperti akar dan juga tunggak. 

Simbol orde pemerintahan selama 32 tahun kemarin adalah pohon beringin yang sering kali dibuat bercanda sebagai OMAH DEMIT, karena sampai sekarang masih saja meninggalkan pola pola sisa sias akar di pemarintahan. Jalinan itu masih kuat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang tak kunjung berakhir bahkan terkesan sebagai budaya.(jooh)..Sedemikian burukkah filosofi tunggak ini..Percayalah .Pohon yang baik pasti berbuah baik.

Pepatah Jawa Tunggak Jarak Mrajak Tunggak Jati Mati ini dalam kehidupan masyarakat saat ini telah banyak terwujud. Pepatah atau peribahasa ini bisa menjadi sumber inspirasi bagi semua orang (masyarakat) tanpa terkecuali. Apa maksud pepatah tersebut? Dalam bahasa Jawa, tunggak dapat berarti pohon. Tunggak jarak = pohon jarak, tunggak jati = pohon jati. Sedangkan mrajak dalam bahasa Indonesia berarti berkembang biak. Jadi tunggak jarak mlarak tunggak jati mati jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti pohon jarak berkembang pohon jati mati.

Dalam keadaan sebenarnya, pohon jarak (Ricinus communis) atau kaliki (=sunda) dulang/gloah (=sumatera) kalek (=madura) jika batangnya dipotong dapat bertunas lagi, sedangkan pohon jati jika dipotong akan mati.

Pepatah ini seakan mewakili tentang keberadaan status masyarakat. Tunggak jarak mewakili kalangan kebanyakan sedangkan tunggak (pohon) jati adalah orang dari kalangan bangsawan atau pejabat. Namun tunggak jarak mrajak mengisyaraktan bahwa kalangan bawah yang bisa berkembang (mrajak) dan sebaliknya, tunggak jati mati dari kalangan bangsawan yang tidak punya generasi penerus (mati).
Tunggak jarak mrajak, tunggak jati mati iku tegesé turunané wong cilik dadi wong gedhé, turuné wong gedhé dadi wong cilik. Paribasan iki nggambaraké yèn akèh kadadéyan anaké wong gedhé (sugih utawa pangkat dhuwur) sing biasané diugung, banjur dadi kesèd sinau saéngga tembé mburiné malah urip kesrakat. Suwaliké, anaké wong sing urip ana ing kaanan prihatin nanging sregep sinau lan temen nyambut gawé, tembé mburiné malah bisa suksès utawa dadi wong gedhè.
Peribahasa Jawa ini menegaskan bahwa keturunan masyarakat biasa bisa menjadi pejabat sedangkan keturunan pejabat bisa tidak memperoleh pangkat. Dengan kata lain, kehidupan bisa berubah tergantung dari, niat, kemampuan dan usaha masing-masing orang.

 Romo Mangunwijaya menulis dalam Serat Warasewaya - tembang macapat Gambuh, Surakarta 1916
  1. Ing jaman mengko kulup, nadyan pyayi lan darahing ratu, yen tan pinter utawa nora kasait, nora pati den paelu, arang sinaruwe ing wong. 
  2. Nadyan trah bau dhusun, lamun wasis samubarang kawruh, sugih dhuwit sanggon-ênggon den ajeni, dhasar darajade ruhur, keringan sinembah ing wong.
Maksudnya adalah : 1. walaupun priyayi darah raja kalau tidak pandai ya tidak akan dihormati dalam pergaulan, 2. walaupun anak dusun, kalau menguasai ilmu, akan kaya dan terhormat.

Sedangkan pada tahun 70an Koes Plus menyanyikan lagu Tunggak jati yang syairnya demikian:

Sopo kang mirengake. Dawuh wiku mbiyene
Sajak mung ngece-ece. Opo yo tenane

Iku mau critane. Kito kabeh kang nggawe
Jati opo jarak'e, Sumonggo kersane

Reff
Tunggak jarak mlarak..Tunggak jati semi 2x
Disirami dijaga kang titi . Jati tuo cagak'e pendopo

Tegese tembung jarak. Sejane mulang sarak
Tegese tembung jati Sejane mukti


Maksud lagu tersebut adalah :
Siapa yang mendengarkan petuah guru (wiku) yang dahulu seolah mengejek, sekarang menjadi kenyataan. Orang kebanyakan bisa berkembang sementara keturunan bangsawan semakin mengecil. Tetapi golongan bangsawan tetap dijaga dan dipertahankan untuk mempertahankan kehidupan budaya dan kelestarian bangsa ...
Akhir kata Maka rawatlah pohon pohon kehidupan kita ini baik baik, kolomongso teko tibo tunggak e tetap sae...

Senin, 10 Desember 2012

PERPUSTAKAAN INI RUMAH KAMI

 

Rasanya, tak adil jika terus menerus memberi cap negatif yang selama ini tersemat, bahwa minat baca anak-anak Indonesia itu rendah. Padahal, bukan minat bacanya yang rendah namun keterbatasan akses bagi anak-anak itu untuk mendapatkan buku-buku dan bahan bacaaan berkualitas. Di sekolah perpustakaan masih mengandalkan buku buku lama.  Apalagi walaupun daerah kami kampung kecil di pinggir kota, wabah berjamurnya tempat bermain ps dan game online membuat anakanak lebih mudah mendapatkan game terbaru dari pada mendapatkan buku. Bagi saya ini ironis karena uang saku mereka habis sia sia. 

Sisi lain dari banyaknya  warnet ON LINE di Wonosari tidak  semerta merta bisa membuat budaya baca meningkat, karena satu jam seharga Rp3000,00 di bilik ( bisakah mereka mencari sumber bacaan dan memahaminya, mengingat tidak semua punya komputer di rumah untuk save data) . Belum lagi berperang dengan facebook dan jejaring sosial yang lain. Seperti ini juga semakin menguatkan sisi pribadi yang individualis, tertutup dan tak ada interaksi sosial secara langsung,  jangan sampai kita terjebak budaya seperti ini.

Berdasarkan hal diatas maka kami kembali berbicara tentang perpustakaan rumah. kembali kepada bentuk buku cetak, kembali kepada budaya membaca dan yang terpenting konsep rumah sebagai tempat berkumpul berdiskusi akan terbangun. Pentingnya konsep rumah dalam perpustaakaan INI RUMAH KAMI lebih kepada sebuah tempat alternatif berumpul bermain, dan belajar sebagai sebuah keluarga dengan ikatan kebersamaan.





Selasa, 21 Agustus 2012

Pembangunan jalan Bulurejo, Besari , Siraman tahap I

Bersama kita bisa, buka slogan semata. Kami warga Bulurejo dengan swadaya yang cukup besar ditambah dana PNPM mewujudkan pembangunan jalan kampung. Biarpun ada dana dari pemerintah yang itu memang sudah seharusnya. ternyata juga harus warga ada inisiatif mandiri. Swadaya yang bisa di lakukan adalah pembebasanpelebaran tanah secara ikhlas, dan waktu untuk bergotong royong membangun denagan manajemen yang baik. Disini kesadaran kolektif wargalah yang berperan sehingga semua dapat berkontribusi dalam pelaksanaanya. 







pemilihan kepala desa siraman















Demokrasi adalah kunci dari pembangunan kenapa? coba kita lihat carut marutnya pemerintahan tanpa pemimpin ataupun huru hara dalam pilkada, bagaimana kita bisa membangun bangsa kalau dari awal pemilihan pemimpin sudah kisruh..

Beberapa bulan kemarin desa kami melakukan pesta demokrasi (pemilihan kepala desa). dari 3 calon kades yang mengikuti terpilihlah secara sah bapak Tugiman. Pilkades berjalan lancar jujur dan adil. Semoga ini menjadi awal yang baik bagi warga desa Siraman. 

Minggu, 13 Mei 2012

salam kompak selalu satya panca muda 2011


BOR BULUREJO




Melihat semangat bersepeda warga gunungkidul ini, saya teringat masa kecil dulu ketika sepeda motor belum se-ramai sekarang. Yah, berbeda dengan daerah lain atau kota-kota lainnya di Indonesia. Gunungkidul adalah daerah pegunungan ( jalannya naik turun) jadi bersepeda adalah sebuah pilihan menantang.......hahaha.....tetapi lepas dari kondisi alam tersebut sepeda adalah sebuah sarana alternatif yang ramah lingkungan, hemat energi dan menyehatkan.....hal tersebut menbuat kami mengadakan kembali acara ini..sebuah balapan BMX yang dulu sering kami mainkan, dari BMX tersebut telah memberikan lebih pangalaman bagi beberapa pemuda andalan  BULUREJO antara lain sigit pd dan sudarmono yang sekarang banting setir dan berkiprah menjadi pembalap motor nasional...nostalgia tersebut terangkat kaemabali dalam PANJI REMENG BMX MINICROSS di sirkuit BOR BULUREJO.